Parlemen Eropa telah menyetujui aturan baru yang memberikan Uni Eropa wewenang lebih besar untuk menangguhkan pengaturan perjalanan bebas visa dengan negara ketiga. Langkah ini menyusul kekhawatiran tentang risiko keamanan, pelanggaran hak asasi manusia, dan penyalahgunaan hak istimewa visa oleh beberapa negara non-Uni Eropa.
Dalam pemungutan suara yang diadakan pada hari Selasa, Anggota Parlemen Eropa menyetujui reformasi mekanisme penangguhan visa yang ada, yang saat ini berlaku untuk 61 negara yang warganya dapat mengunjungi wilayah Schengen Uni Eropa tanpa visa hingga 90 hari dalam periode 180 hari.
Di bawah revisi sistem ini, Komisi Eropa akan memiliki lebih banyak fleksibilitas untuk memberlakukan kembali persyaratan visa, baik sementara maupun permanen, ketika persyaratan tertentu terpenuhi. Kondisi-kondisi ini mencakup peningkatan tindak pidana berat oleh warga negara yang bersangkutan, banyaknya permohonan suaka yang gagal, visa yang melebihi batas waktu, atau penolakan masuk.
Ambang batas untuk mempertimbangkan peningkatan “substansial” dalam visa yang melebihi batas waktu atau kejahatan berat kini ditetapkan sebesar 30%. Untuk tingkat persetujuan suaka yang rendah, patokan telah ditetapkan sebesar 20%. Walau demikan, Komisi dapat merubah angka-angka ini dalam kasus-kasus yang beralasan.
Undang-undang baru ini juga memperluas daftar alasan yang dapat memicu penangguhan. Ini mencakup ancaman hibrida seperti penggunaan migran yang didorong oleh negara untuk tekanan politik, pengoperasian program kewarganegaraan investor yang menimbulkan risiko keamanan, dan kegagalan untuk menyelaraskan dengan kebijakan visa Uni Eropa.
Alasan tambahan mencakup pelanggaran hukum internasional, Piagam PBB, atau hak asasi manusia, serta kegagalan untuk mematuhi putusan pengadilan internasional.
Untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah, aturan yang diperbarui memungkinkan Uni Eropa untuk menargetkan penangguhan visa secara khusus kepada pejabat pemerintah yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia atau pelanggaran kewajiban internasional.
Anggota Parlemen Eropa dari Slovenia, Matjaž Nemec, yang memimpin upaya reformasi, menyatakan bahwa kebijakan visa Uni Eropa merupakan instrumen kebijakan luar negeri yang ampuh dan harus mencerminkan komitmen Uni Eropa terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia. Ia menekankan bahwa perubahan tersebut memungkinkan Uni Eropa untuk bertindak lebih tegas ketika nilai-nilai tersebut terancam.
Proposal tersebut disahkan dengan 518 suara mendukung, 96 suara menentang, dan 24 suara abstain. Meskipun telah disepakati oleh Parlemen dan negosiator Dewan, undang-undang tersebut masih memerlukan pengesahan resmi oleh Dewan. Setelah dipublikasikan dalam Jurnal Resmi Uni Eropa, undang-undang tersebut akan berlaku efektif 20 hari kemudian.
Hingga saat ini, Uni Eropa baru mencabut kebijakan perjalanan bebas visa satu kali, yaitu untuk Vanuatu. Mekanisme yang direvisi ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan Uni Eropa untuk merespons kekhawatiran di masa mendatang secara cepat dan proporsional.





















